
SIANTAR – BarisanBaru.com
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Pematangsiantar menggelar bedah buku berjudul “Ayah, Ini Arahnya Ke Mana Ya?”, dan mendatangkan langsung penulisnya yaitu Khoirul Trian. Bedah buku digelar di Ruang Sisingamangaraja KPw BI Pematangsiantar, Selasa (9/12/2025).
Buku ini, merupakan serial trilogi karya Khoirul Trian, yang sebelumnya telah terbit dua buku berjudul “Ada Duka Di Bawah Telapak Kaki Ibu” dan “Anak Kecil Yang Kehilangan Pundaknya”. Menariknya, buku berjudul “Ayah, Ini Arahnya Ke Mana Ya?”, akan diangkat ke layar lebar pada tahun 2026 mendatang.

Yudha Wirawan, Deputi KPw BI Pematangsiantar dalam sambutannya mengatakan, bahwa buku ini bukan sekadar karya tulis, ini adalah perjalanan gagasan tentang pencarian arah, dialog, dan proses memahami kehidupan dari perspektif yang hangat dan dekat dengan keseharian kita.
“Buku yang kita bahas hari ini bukan sekadar karya sastra atau kumpulan cerita. Ia adalah cermin: cermin yang memantulkan kegelisahan seorang ayah, harapan seorang anak, dan pencarian arah hidup yang dialami hampir setiap keluarga,”jelasnya.
Judulnya yang sederhana namun penuh tanya, “Ayah, Ini Arahnya Kemana Ya?”, menghadirkan percakapan yang sangat dekat dengan keseharian kita.
Yudha mengatakan sebuah pertanyaan polos seorang anak, tetapi sekaligus menggugah batin para orang tua tentang tanggung jawab, keteladanan, dan arah perjalanan hidup yang sedang mereka ukir untuk masa depan.
Pada acara bedah buku ini, bersama Mas Khoirul Trian, kita membuka ruang diskusi dan berbagi, bukan hanya tentang isi buku, tetapi dapat menggali lebih dalam pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis—baik dari aspek literasi, psikologis, nilai pendidikan keluarga, maupun relevansinya dengan kondisi sosial kita saat ini,”kata Yudha.
Kehadiran para narasumber, ungkap Yudha akan memperkaya pemahaman kita, memberikan perspektif baru, serta membuka ruang diskusi yang konstruktif dan hangat.

Membaca bukan hanya kegiatan memahami huruf dan kalimat—membaca adalah sarana untuk memperluas horizon berpikir. Di tengah derasnya arus informasi, kemampuan literasi menjadi penentu apakah kita hanya menjadi konsumen pasif atau justru menjadi pribadi yang kritis dan mampu mengambil keputusan dengan bijak.
Yudha menjelaskan kegiatan bedah buku seperti ini harus menjadi momentum penting bagi kita semua untuk: Menghidupkan kembali kebiasaan membaca di rumah, di sekolah, dan di ruang-ruang komunitas.
Mendorong orang tua untuk menjadikan literasi sebagai bagian dari pengasuhan.
Meningkatkan kemampuan memahami, mengkritisi, dan mengolah informasi, bukan sekadar membacanya.
Mengapresiasi karya penulis lokal, sehingga budaya literasi tumbuh dari dan untuk masyarakat kita sendiri.
Semoga melalui acara ini, kecintaan kita terhadap buku dan pengetahuan dapat tumbuh semakin kuat, dan menjadi bekal bagi generasi muda dalam menjadikan hidup mereka lebih terarah dan bermakna.
Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan pemahaman, memberi wawasan baru, dan menginspirasi kita untuk terus membaca, berdialog, dan mempertajam kepekaan terhadap realitas di sekitar kita.
Para pustakawan dan pendidik pun diharapkan terus menjadi garda terdepan dalam menghidupkan ekosistem literasi di sekolah, kampus, maupun lingkungan masyarakat,”tutur Yudha Wirawan.(iw)







